Perlawanan Terhadap Penjajahan Belanda (VOC)
Tahun 1596 Belanda di bawah pimpinan Cornelis de
Houtman, pertama kali mendarat di Banten. Tahun 1602 Belanda mendirikan kongsi
dagang VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) di Batavia untuk memperkuat
kedudukannya. VOC mempunyai hak istimewa disebut Octroi. Gubernur Jendral VOC
pertama Pieter Both, kemudian digantikan J. P. Coen.
Masa Penjajahan Belanda di Indonesia |
a.
Perang Sultan Agung
Pada saat VOC berkuasa di Indonesia terjadi beberapa
kali perlawanan. Pada tahun 1628 dan 1629, Mataram melancarkan serangan
besar-besaran terhadap VOC di Batavia. Sultan
Agung mengirimkan ribuan prajurit untuk menggempur Batavia dari darat
dan laut.
b.
Sultan
Ageng Tirtayasa dari Banten (1650–1682)
Sultan
Ageng Tirtayasa memerintah Banten
dari tahun 1650–1692. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Banten mengalami masa
kejayaan. Ia berusaha memperluas kerajaannya dan dan mengusir Belanda dari
Batavia. Banten mendukung perlawanan Mataram terhadap Belanda di Batavia.
Sultan Ageng Tirtayasa memajukan aktivitas perdagangan agar dapat bersaing
dengan Belanda. Selain itu juga memerintahkan pasukan kerajaan Banten untuk
mengadakan perlawanan terhadap Belanda di Batavia. Kemudian mengadakan
perusakan perkebunan tebu milik Belanda di Ciangke. Menghadapi gerakan
tersebut, membuat Belanda kewalahan. Pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtayasa
mengangkat putra mahkota menjadi raja pembantu dengan gelar Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji). Sejak
saat itu Sultan Ageng Tirtayasa beristirahat di Tirtayasa.
c.
Sultan
Hasanudin dari Makasar
Sulawesi Selatan
Pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin, Kerajaan Makasar mencapai masa kejayaan.
Cita-cita Sultan Hasanudin untuk menguasai jalur perdagangan Nusantara
mendorong perluasan kekuasaan ke kepulauan Nusa Tenggara. Hal itu mendapat
tentangan Belanda. Pertentangan tersebut sering menimbulkan peperangan.
Keberanian Sultan Hasanudin dalam memimpin pasukan Kerajaan Makasar mengakibatkan
kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasanudin, Belanda
menjulukinya dengan sebutan Ayam Jantan
dari Timur.
d.
Perlawanan Pattimura (1817)
Belanda melakukan monopoli perdagangan dan memaksa
rakyat Maluku menjual hasil rempah-rempah
hanya kepada Belanda, menentukan harga rempah-rempah secara semena-mena,
melakukan pelayaran hongi, dan menebangi tanaman rempah-rempah milik
rakyat. Rakyat Maluku berontak atas perlakuan Belanda. Dipimpin oleh Thomas
Matulessi yang nantinya
terkenal dengan nama Kapten Pattimura, rakyat Maluku melakukan perlawanan pada tahun 1817. Pattimura
dibantu oleh Anthony Ribok, Philip Latumahina, Ulupaha, Paulus Tiahahu,
dan seorang pejuang wanita Christina
Martha Tiahahu. Perang melawan Belanda meluas ke berbagai daerah di Maluku,
seperti Ambon, Seram, Hitu, dan lain-lain. Belanda mengirim pasukan
besarbesaran. Pasukan Pattimura terdesak dan bertahan di dalam benteng.
Akhirnya, Pattimura dan kawan-kawannya tertawan. Pada tanggal 16 Desember 1817,
Pattimura dihukum gantung di depan Benteng Victoria di Ambon.
e.
Perang
Padri (1821-1837)
Perang Padri bermula dari pertentangan antara kaum
adat dan kaum agama (kaum Padri). Kaum Padri ingin memurnikan pelaksanaan agama
Islam. Gerakan Padri itu ditentang oleh kaum adat. Terjadilah bentrokan-bentrokan
antara keduanya. Karena terdesak, kaum adat minta bantuan kepada Belanda.
Belanda bersedia membantu kaum adat dengan imbalan sebagian wilayah Minangkabau. Pasukan Padri dipimpin
oleh Datuk Bandaro. Setelah beliau wafat diganti
oleh Tuanku Imam Bonjol. Pasukan
Padri dengan taktik perang gerilya, berhasil mengacaukan pasukan Belanda.
Karena kewalahan, Belanda mengajak berunding. Pada tahun 1925 terjadi gencatan
senjata. Belanda mengakui beberapa wilayah sebagai daerah kaum Padri. Perang
Padri meletus lagi setelah Perang Diponegoro berakhir. Tahun 1833 terjadi
pertempuran hebat di daerah Agam. Tahun 1834 Belanda mengepung pasukan Bonjol.
Namun pasukan Padri dapat bertahan sampai dengan tahun 1837. Pada tanggal 25
Oktober 1837, benteng Imam Bonjol
dapat diterobos. Beliau tertangkap dan ditawan.
f.
Perang
Diponegoro (1925-1830)
Perang Diponegoro berawal dari kekecewaan Pangeran Diponegoro atas campur tangan
Belanda terhadap istana dan tanah tumpah darahnya. Kekecewaan itu memuncak ketika
Patih Danureja atas perintah
Belanda memasang tonggak-tonggak untuk membuat rel kereta api melewati makam
leluhurnya. Dipimpin Pangeran Diponegoro, rakyat Tegalrejo menyatakan perang
melawan Belanda tanggal 20 Juli 1825. Diponegoro dibantu oleh Pangeran
Mangkubumi sebagai penasehat, Pangeran Ngabehi Jayakusuma sebagai
panglima, dan Sentot Ali BasyahPrawiradirja sebagai panglima perang. Pangeran Diponegoro
juga didukung oleh para ulama dan bangsawan. Daerah-daerah lain di Jawa ikut
berjuang melawan Belanda. Kyai Mojo dari Surakarta
mengobarkan Perang Sabil. Antara tahun 1825 1826 pasukan
Diponegoro mampu mendesak pasukan Belanda. Pada tahun 1827, Belanda
mendatangkan bantuan dari Sumatra dan Sulawesi. Jenderal De Kock menerapkan taktik perang benteng
stelsel. Taktik ini berhasil mempersempit ruang gerak pasukan
Diponegoro. Banyak pemimpin pasukan Pangeran Diponegoro gugur dan tertangkap.
Namun demikian, pasukan Diponegoro tetap gigih. Akhirnya, Belanda mengajak
berunding. Dalam perundingan yang diadakan tanggal 28 Maret 1830 di Magelang,
Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda. Beliau diasingkan dan meninggal di Makassar.
g.
Perang
Banjarmasin (1859-1863)
Penyebab perang Banjarmasin adalah Belanda melakukan
monopoli perdagangan dan mencampuri urusan kerajaan. Perang Banjarmasin dipimpin
oleh Pangeran Antasari. Beliau
didukung oleh Pangeran Hidayatullah.
Pada tahun 1862 Hidayatullah ditahan Belanda dan dibuang ke Cianjur. Pangeran
Antasari diangkat rakyat menjadi Sultan. Setelah itu perang meletus kembali.
Dalam perang itu Pangeran Antasari luka-luka dan wafat.
h.
Perang
Bali (1846-1868)
Penyebab perang Bali adalah Belanda ingin menghapus
hukum tawan karang dan memaksa Raja-raja Bali mengakui kedaulatan Belanda di
Bali. Isi hukum tawan karang adalah kerajaan berhak merampas dan menyita barang
serta kapal-kapal yang terdampar di Pulau Bali. Raja-raja Bali menolak
keinginan Belanda. Akhirnya, Belanda menyerang Bali. Belanda melakukan tiga
kali penyerangan, yaitu pada tahun 1846, 1848, dan 1849. Rakyat Bali
mempertahankan tanah air mereka. Setelah Buleleng
dapat ditaklukkan, rakyat Bali mengadakan perang
puputan, yaitu berperang sampai titik darah terakhir. Di antaranya Perang
Puputan Badung (1906), Perang Puputan Kusumba (1908), dan Perang Puputan Klungkung
(1908). Salah saut pemimpin perlawanan rakyat Bali yang terkenal adalah Raja Buleleng dibantu oleh Gusti Ketut Jelantik.
i.
Perang Sisingamangaraja XII (1870-1907)
Pada saat Sisingamangaraja memerintah Kerajaan
Bakara, Tapanuli, Sumatera Utara, Belanda
datang. Belanda ingin menguasai Tapanuli. Sisingamangaraja beserta rakyat Bakara mengadakan
perlawanan. Tahun 1878, Belanda menyerang Tapanuli. Namun, pasukan Belanda
dapat dihalau oleh rakyat. Pada tahun 1904 Belanda kembali menyerang tanah
Gayo. Pada saat itu Belanda juga menyerang daerah Danau Toba. Pada tahun 1907,
pasukan Belanda menyerang kubu pertahanan pasukan Sisingamangaraja XII di Pakpak.
Sisingamangaraja gugur dalam penyerangan itu. Jenazahnya dimakamkan di Tarutung,
kemudian dipindahkan ke Balige.
j.
Perang
Aceh (1873-1906)
Sejak terusan Suez dibuka pada tahun 1869, kedudukan
Aceh makin penting baik dari segi strategi perang maupun untuk perdagangan. Belanda
ingin menguasai Aceh. Sejak tahun 1873 Belanda menyerang Aceh. Rakyat Aceh
mengadakan perlawanan di bawah pemimpin-pemimpin Aceh antara lain Panglima
Polim, Teuku Cik Ditiro, Teuku Ibrahim, Teuku Umar, dan Cut Nyak Dien. Meskipun sejak tahun 1879 Belanda
dapat menguasai Aceh, namun wilayah pedalaman dan pegunungan dikuasai
pejuang-pejuang Aceh. Perang gerilya membuat pasukan Belanda kewalahan. Belanda
menyiasatinya dengan stelsel konsentrasi, yaitu memusatkan pasukan
supaya pasukannya dapat lebih terkumpul. Belanda mengirim Dr. Snouck
Hurgronje untuk mempelajari sistem kemasyarakatan penduduk Aceh. Dari
penelitian yang dibuatnya, Hurgronje menyimpulkan bahwa kekuatan Aceh terletak
pada peran para ulama. Penemuannya dijadikan dasar untuk membuat siasat perang
yang baru. Belanda membentuk pasukan gerak cepat (Marchose) untuk
mengejar dan menumpas gerilyawan Aceh. Dengan pasukan marchose Belanda
berhasil mematahkan serangan gerilya rakyat Aceh. Tahun 1899, Teuku Umar gugur
dalam pertempuran di Meulaboh. Pasukan Cut Nyak Dien yang menyingkir ke hutan
dan mengadakan perlawanan juga dapat dilumpuhkan.
Bagaimana dengan artikelnya diatas? semoga artikel ini bermanfaat bagi
semua dan jangan lupa ya, bagikan artikel Masa Penjajahan Belanda di Indonesia
membantu banget untuk belajar makasih kak
BalasHapussurah al waqiah