PMRI (Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia) , Menurut Sembiring (dalam Majalah
PMRI:2008:60) matematika adalah kegiatan manusia, suatu konstruksi budaya
manusia. Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia berasal dari Realistic Mathematic Education (RME) di negeri Belanda
(Institude Freudenthal) yang
disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Dalam PMRI Matematika disajikan
sebagai suatu proses, sebagai suatu kegiatan manusia, bukan sebagai produk
jadi. Unsur menemukan kembali sangat penting. Bahan pelajaran disajikan melalui
bahan cerita yang sesuai dengan lingkungan siswa. Begitupun alat peraga
sebaiknya juga berasal dari lingkungan siswa. Siswa dituntut lebih aktif dan
guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator. Dalam menyelesaikan
permasalahan siswa diatur untuk bekerja dalam kelompok.
Pendidikan matematika
realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal (dalam Wijaya,
2012:20) yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human activities) yang harus dikaitkan
dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut, PMRI mempunyai ciri antara lain bahwa dalam proses pembelajaran
siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan bahwa penemuan
kembali (reinvention) ide dan konsep
matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan
persoalan dunia nyata.
PMRI |
Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
Treffers (dalam Wijaya,
2012:21) merumuskan lima karakteristik Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia yaitu:
a. Penggunaan
Konteks
Pembelajaran dengan
menggunakan Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia menekankan pentingnya eksplorasi terhaap fenomena kehidupan
sehari-hari. Bertolak dari pengetahuan informal yang diperoleh siswa dari
kehidupan sehari-hari digunakan sebagai permasalahan kontekstual untuk
dikembangkan menjadi konsep formal matematika. Masalah kontekstual yang
diangkat sebagai topik awal pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang
dikenali oleh siswa.
b. Pengguanaan
model atau matematisasi progresif
Pengembangan
pengetahuan informal siswa menjadi konsep formal matematika merupakan suatu
proses yang bertahap. Proses tersebut dapat didukung dengan penggunaan model
dan simbol. Jadi, istilah model ini berkaitan dengan situasi dan model
matematika yang dikembangkan sendiri oleh siswa sewaktu siswa mengerjakan “contextual problem”, siswa mengembangkan
model pembelajaran sendiri.
c. Pemanfaatan
hasil konstruksi siswa
Pembelajaran
dengan Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia merupakan pembelajaran yang
terpusat pada siswa (students centered)
sehingga siswa didorong untuk lebih aktif dan kreatif dalam mengembangkan ide
dan strategi. Selanjutnya, ide dan strategi yang ditemukan dan dikembangkan
oleh siswa digunakan sebagai dasar pembelajaran.
d. Interaktivitas
Dalam Pendidikan Matematika Realistik Indonesia,
selain mengembangkan interaksi antar siswa untuk mendukung proses sosial dalam
pembelajaran, interaksi antar siswa dengan guru juga merupakan hal penting
dalam pembelajaran. Guru harus memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengkomunikasikan ide-ide mereka sendiri melalui proses belajar yang
interaktif, seperti presentasi individu, kerja kelompok, diskusi kelompok,
maupun diskusi kelas, negosiasi secara eksplisit, intervensi, kooperasi, dan
evaluasi sesama siswa dan juga dengan guru adalah faktor penting dalam
pembelajaran secara konstruktif.
e. Keterkaitan
Prinsip terakhir
dari Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia adalah menghubungkan beberapa topik dalam satu pembelajaran. Hal ini
dikarenakan struktur dan konsep matematika saling berkaitan sehingga pembahasan
suatu topik tercakup dalam beberapa konsep yang berkaitan dan keintegrasian
antar topik (unit pelajaran) harus dieksploitasi untuk mendukung terjadinya
proses belajar mengajar yang bermakna.
Langkah – langkah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Pendidikan MatematikaRealistik Indonesia berasal dari Realistic
Mathematics Education (RME) di negeri belanda (institude Freudenthal) yang disesuaikan dengan keadaan Indonesia. Realistic Mathematics Education (RME)
adalah cara pembelajaran matematika yang berdasarkan gagasan – gagasan yang
digali dan dikembangkan oleh Hans Freudenthal. Konsep – konsep dari freudental
yang berkaitan dengan pembelajaran matematika adalah sebagai berikut: (Majalah
PMRI:2007:8)
a.
Matematisasi
Menurut freudenthal,
ilmu tidak lagi hanya sekedar kumpulan pengalaman, ilmu melibatkan kegiatan
mengorganisasi (menyusun atau mengatur) pengalaman. Mengorganisasi pengalaman
dengan menggunakan matematika disebut mathematizing (Matematisasi atau
mematematikakan). Ada 2 jenis matematisasi yaitu matematisasi pengalaman
matematis dari realitas dan matematisasi pengalaman matematis dari matematika.
Kemudian oleh treffers digunakan istilah matematisasi horisontal dan
matematisasi vertikal. Matematisasi pengalaman matematis dari realitas disebut
matematisasi horisontal sedangkan matematisasi pengalaman matematis dari
matematika disebut matematisasi vertikal.
b.
Matematika sebagai
produk jadi dan matematika sebagai kegiatan.
Dari sudut pandang, ada ready-made mathematics (matematika sebagai barang
jadi) dan ada acted-out mathematics (matematika sebagai kegiatan). Menurut
Freudenthal, matematika yang dipandang sebagai kegiatan merupakan matematika
yang dalam keadaan murni. Jadi matematika sebagai kegiatan merupakan matematika
yang belum direkayasa oleh penemunya atau oleh matematisi. Materi matematika
sebagai barang jadi adalah materi pelajaran matematika yang berbentuk sistem
deduktif, yaitu sistem yang terdiri atas empat komponen saja yaitu (1)
undefined term, (2) definisi, (3) aksioma, (4) teorema. Pada pembelajaran
matematika sebagai barang jadi, murid menghafal keempat hal itu sehingga
menghasilkan pandangan bahwa matematika tidak berguna atau kering. Pembalajaran
matematika akan jauh lebih bermanfaat, apabila menekankan matematika sebagai
kegiatan, atau lebih menekankan pelajaran tentang acted-out mathematics.
c.
Kegiatan atau Aktifitas
Menurut freudenthal “Mathematics is a human activity”
menunjukkan bahwa Fruedenthal tidak menempatkan matematika sebagai suatu produk
jadi, melainkan sebagai suatu bentuk aktivitas atau proses. Matematika
sebaiknya tidak diberikan kepada siswa
sebagai suatu produk yang siap pakai, melaikan sebagai suatu bentuk kegiatan
dalam mengkonstruksi konsep matematika.
d.
Re-invention atau
penemuan
Pembelajaran yang berdasarkan penafsiran dan analisis matematika sebagai
kegiatan disebut pembelajaran dengan metode re-invention atau metode penemuan.
Agar tidak menimbulkan salah tafsir, Freudental menyatakan bahwa yang dimaksud
metode re-invention sama dengan penemuan, yang biasa dipakai dalam konteks
pembelajaran.
e.
Kedudukan matematisasi
Pada RME masalah
diberikan sebagai titik awal pembelajaran. Dengan mencoba memecahkan masalah
itu diharapkan murid menemukan konsep matematis, atau prinsip matematis, atau
model. Kegiatan murid itulah matematisasi (horisontal), untuk memperoleh
pengetahuan dan kecakapan yang lebih luas atau lebih tinggi atau lebih rumit,
murid diarahkan untuk meningkatkan hasil matematisasi horisontal itu.
Pengembangan dari pengetahuan matematika atau kecakapan matematis ke
pengetahuan matematika atau kecakapan matematis yang lebih tinggi, atau lebih
luas, atau lebih rumit itulah matematisasi vertikal. Inilah salah satu ciri
yang membedakan RME dengan pendekatan yang lain pada pembelajaran matematika,
yaitu bahwa pada RME terdapat matematisasi horisontal (dari masalah kehidupan
sehari – hari ke matematika) dan matematisasi vertikal (dari matematika ke
matematika yang lebih tinggi, lebih luas, atau lebih rumit).
Sintaks Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia sendiri mengacu pada kelima konsep RME tersebut. Didalam
merumuskan langkah – langkah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia, pada
Ahli harus berpedoman kepada konsep – konsep RME dari freudenthal. Salah satu
pendapat ahli yang berpedoman pada kelima konsep tersebut adalah
Suharta.Berikut ini adalah langkah – langkah pembelajaran yang dirumuskan oleh Marpaung.
Secara umum langkah-langkah pendidikan
matematika realistik indonesia menurut Marpaung dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Pembukaan
2. Penyampaian
tujuan pembelajaran
3. Penegasan
tentang disiplin
4. Penyampaian
strategi pembelajaran
5. Proses
pembelajaran
a. Dimulai dengan masalah
kontekstual/realistik
b. Siswa diberi kesempatan
menyelesaikan masalah dengan memilih/membangun strategi sendiri (disampaikan
batasan waktu).
c. Guru memfasilitasi, antara lain
dengan menyiapkan alat peraga.
d. Selanjutnya beberapa siswa
menjelaskan caranya menyelesaikan masalah: informal. Jangan mengintervensi,
biarkan siswa selesai mengutarakan idenya.
e. Diskusi kelas : dipimpin oleh guru
f. Penyampaikan tugas berikut :
(1) menggambar atau membuat skema
(2) siswa menyajikan hasil yang
diperoleh
(3) tanggapan siswa lain
g. Diskusi kelas dipimpin oleh guru
h. Guru meminta siswa merefleksi materi
yang baru saja dipelajari
i. Guru secara perlahan membawa siswa
ke matematika formal
j. Asesmen : berkelanjutan dengan
memakai penilaian yang autentik.
Penilaian
autentik merupakan penilaian yang berusaha mengukur atau
menunjukkan pengetahuan dan ketrampilan siswa dengan cara menerapkan
pengetahuan dan ketrampilan itu pada kehidupan nyata. Penilaian autentik
terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung
keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang
pendidikan. Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang
luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk
menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang ada.
Bagaimana
dengan artikelnya diatas? semoga artikel ini bermanfaat bagi semua dan jangan
lupa ya, bagikan artikel Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
nice kak thx for sharing
BalasHapusberita politik